RUMAH SAKIT MEKARSARI Ahli Urologi RS Siloam ASRI Dr dr Irfan Wahyudi SpU(K) mengatakan kelainan pada alat kelamin anak laki-laki sangat bervariasi, antara lain ukuran penis kecil (mikropenis) , penis tidak muncul atau buried penis yang umumnya karena tertutup lapisan lemak di bagian bawah perut, lubang kencing tidak normal, lubang terletak di bagian bawah (hispospadia), buah zakar (testis) yang tidak turun, dan lainnya. "Kelainan bisa terjadi lebih dari satu," ungkap dr Irfan di sela seminar media RS Siloam Asri melalui Asri Urology Centre, di Hotel Aryaduta, Jakarta, Kamis (28/5).
Menurut dr Irfan, angka penderita kelainan genital pada anak laki-laki merupakan kelainan yang relatif sering dijumpai. Misalnya saja, angka kejadian hipospadia diperkirakan diderita oleh 1 dari 250-300 kelahiran laki-laki. Sayangnya, kelainan pada genital tersebut kurang diperhatikan dan kerap terlambat diatasi. Umunya karena kelainan tersebut dianggap bukan yang mematikan, jarang menimbulkan keluhan atau gangguan. "Ditambah lagi, organ yang tertutup sehingga membuat disinformasi di masyarakat," jelas dia.
Dr Irfan menambahkan jika tidak diperhatikan adanya kelainan genital pada anak sejak dini, akan menimbulkan dampak buruk. Sebut saja, problem berkemih, problem sosial, hingga ferfilitas karena dapat menyebabkan perubahan jumlah sel-sel penghasil sperma di testis setelah usia 18 bulan. Serta, risiko mengidap kanker pada usia dewasa. Untuk itu, ia pun menyarankan orang tua untuk mengenali kelainan genital sejak anak lahir. "Saat lahiran, jangan hanya menanyakan jenis kelaminnya. Terutama pada anak laki-laki. Tanyakan juga panjang penis anak, lokasi lubang kencing, dan bentuk penis," saran dia.
Selain itu, tambah dia, pada kasus anak laki-laki yang memiliki kelainan genital, orangtua harus cermat dalam merencanakan sunat untuk anak mereka. Sebelum tindakan sunat dilaksanakan, haruslah dilakukan pemeriksaan menyeluruh sebab dalam beberapa kasus khususnya buried penis dan hipospadia sebaiknya tidak dilakukan sunat biasa melainkan memerlukan tindakan rekonstruksi tersendiri.
Diagnosa
Lebih lanjut dr Irfan mengungkapkan diagnosa mikropenis ditegakkan jika ukuran penis anak yang baru lahir cukup bulan sangat kecil (kurang dari 2 cm) disertai kelainan struktural penis lain. Kasus mikropenis disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk faktor hormonal sejak anak masih dalam kandungan. Jika penyebabnya adalah gangguan hormonal maka akan menghambat kerja androgen khususnya testosteron dan dihidrotestosteron. Hal ini terutama akan mengganggu substansi yang bertanggung jawab dalam pembentukan organ kelamin luar dan perkembangan karakteristik sekunder laki-laki.
Namun demikian, dr Irfan menjelaskan ukuran penis dapat juga terlihat kecil karena penis tidak muncul atau inconspicuous penis. Ada beberapa jenis kelainan yang termasuk dalam kelompok ini, yaitu buried penis, webbed penis dan trapped penis. Terdapat 2 faktor penyebab dari kasus ini, yaitu karena kelainan pada jaringan ikat dan lapisan lemak di bagian bawah perut akibat obesitas sehingga disarankan untuk cermat dalam melihat kasus ini agar dapat memberikan terapi yang tepat.
Sedangkan pada kasus hipospadia, dr Irfan memaparkan letak lubang kencing tidak di ujung kepala penis seperti layaknya tetapi berada lebih bawah/lebih pendek. Sebagian besar anak dengan kelainan hipospadia memiliki bentuk batang penis yang bengkok. Penyebab hipospadia sampai saat ini belum dapat diketahui secara pasti. Hipospadia tidak menimbulkan rasa sakit namun menyebabkan gangguan saat berkemih. Selain itu setelah dewasa dapat menyebabkan gangguan pada fungsi reproduksi saat ejakulasi, berkenaan dengan bentuk penis yang melengkung saat ereksi sehingga terjadi kesulitan penetrasi penis saat berhubungan badan dan gangguan pancaran ejakulasi.
"Dengan kemajuan ilmu kedokteran, saat ini hipospadia dapat disembuhkan melalui tindakan rekonstruksi," ujar dia.
la melanjutkan untuk kasus testis yang tidak turun (undescended testis) juga sering dijumpai pada anak laki-laki. Pengertian testis yang tidak turun adalah testis yang tidak turun ke dalam posisi yang seharusnya (skrotum) sebelum anak dilahirkan. Testis terbentuk di dalam perut saat perkembangan janin yaitu pada minggu terakhir menjelang kelahiran. Kasus ini lebih sering ditemukan pada bayi yang lahir prematur karena proses turunnya testis seringkali belum sempurna. Kelainan ini dapat dipantau oleh orangtua apabila melihat kantong testis anak kosong atau penampakan kantong testis tidak simetris. Apabila tidak segera dilakukan terapi penurunan testis, kasus ini dapat menimbulkan tumor bahkan kanker.
Penanganan
Sementara itu, ahli urologi RS Siloam ASRI dr Arry Rodjani SpU(K) menambahkan kelainan genital pada anak laki-laki dapat menimbulkan dampak jangka panjang yaitu gangguan pada fungsi reproduksi, infertilitas dan psikologis. Dampak pada gangguan fungsi reproduksi
dan infertilitas biasanya terjadi pada kasus hipospadia. Sementara dampak psikologis dapat terjadi karena bentuk dan ukuran yang tidak normal seperti pada kasus mikropenis, hipospadia, webbed penis dan buried penis. Anak menjadi malu karena tampak berbeda dengan teman sebayanya.
Dr Arry mengatakan penanganan yang tepat pada gangguan kelainan genital ini harus dilakukan dengan memperhatikan tipe kelainan genital dan ketidaknormalan yang terjadi. Tindakan yang dilakukan pada hipospadia harus memperhatikan faktor usia dan besarnya penis. Pada umumnya tindakan operasi hipospadia baru dapat dilakukan pada usia 6 bulan sampai 1,5 tahun. Pada kasus mikropenis, sebelum dilakukan tindakan harus diperhatikan di mana letak kesalahannya. Apakah memang ukurannya yang kecil, faktor produksi hormon testosteron yang kecil atau karena faktor idiopatik yang tidak diketahui penyebabnya.
"Terapi dapat dilakukan dengan pemberian hormon dalam bentuk suntik dan krim tidak perlu operasi. Sementara terapi untuk kasus buried penis, hipospadia, webbed penis dan testis yang tidak turun harus dilakukan rekonstruksi melalui tindakan operasi," lanjutnya.
Sedangkan pada kasus testis tidak turun, dr Arry mengatakan biasanya dokter tidak segera melakukan tindakan tetapi memantau perkembangan bayi selama 3 bulan pertama. Ada kemungkinan testis akan turun sendiri setelah tiga bulan pertama kelahiran karena hormon testosteron masih tinggi. Apabila selama 6 bulan sampai 1 tahun testis tidak turun maka harus dilakukan tindakan penurunan testis. Namun sebelum melakukan tindakan operasi, dokter harus menelusuri terlebih dahulu dimana letak testis tersembunyi, biasanya ada di lipat paha atau di dalam perut.
Apabila letak testis ada di lipatan paha, lanjut dia, tindakan pencarian dapat dilakukan dengan meraba atau menggunakan USG. Namun, jika letak testis ada di dalam perut maka perlu bantuari Laparaskopi. Tindakan operasi dilakukan untuk mengejar ketertinggalan perkembangan testis selama 4 tahun kedepan.
Rumah Sakit Mekarsari
"Kasus testis tidak turun yang tidak segera ditangani pada usia sebelum pubertas dapat menyebabkan infertilitas. Sementara pada usia setelah pubertas dapat menyebabkan tumor atau kanker," pungkas dia.